Langsung ke konten utama

Unggulan

MY Diary: Catatan dari Balik Pucuk Merah

Sebenarnya aku ragu menuliskan ini. Bagiku, ini adalah hal paling bodoh yang pernah kulakukan—membiarkan diriku jatuh sepenuhnya pada perasaan yang seharusnya tidak pernah ada. Perasaan yang kupikir akan menyelamatkan, memberi kenyamanan, tapi nyatanya malah menenggelamkanku dalam kekecewaan yang tak jelas ujungnya. Dan bodohnya lagi, sampai sekarang aku belum sepenuhnya bisa melupakan semuanya. Jalanan yang dulu sering kulewati bersamamu, hujan, malam yang sunyi—semuanya masih menarikku kembali pada bayangan itu. Pada perasaan yang seharusnya sudah hilang. Sampai sekarang, aku bahkan tidak sanggup menyebut namamu. Setiap kali namamu melintas di kepalaku—bahkan hanya sebagai bisikan samar—ada sesuatu di dalam diriku yang kembali runtuh. Seolah-olah harapan yang seharusnya sudah mati itu tiba-tiba hidup lagi, memaksa aku menoleh ke masa lalu yang sudah jelas tidak ingin menoleh kepadaku. Aku benci bagaimana satu nama saja bisa membuatku kembali berharap, kembali membayangkan kemungkinan...

Corat-Coret

 Memang kebanyakan hal-hal berada di luar kendali kita. Sering kali aku bertanaya tentang pertanyaan yang sama, sebenarnya apa, apa yang membuat hati menjadi sedih, apa yang membuat diri menjadi kecewa? Apakah karena hal-hal luar yang sering kali penuh ketidakpastian. Sebenarnya kenapa aku merasa begitu kecewa dan sedih pada hal-hal yang jelas sudah terjadi, masa yang sudah dilalui yang tak bisa kuulangi lagi. Menyalahkan pun agaknya memang membuang energy. Semua telah berlalu, hal-hal yang nyatanya memang tidak ada pada kendali diri. Namun, tetap saja, aku kecewa akan diriku yang terlalu lalai dan ceroboh. Lantas aku harus apa jika sudah seperti ini. harapan masih ada bukan? Aku tidak ingin terjebak, aku ingin etrus berjalan maju. Tentang kesalahan yang telah aku lakukan aku bisa apa.

Aku mencoba berdialog dengan diriku,

Wahai diri, itu telah berlalu, menyesal pun tak mengubah kenyataan. Apa yang kau harapkan? mengeluh yang jelas-jelas membuang waktu? Masih banyak kejutan di depan sana, apa kau akan mengorbankan semua itu hanya untuk sesuatu yang jelas tak bisa diulangi. Tak ada mesin waktu untuk kembali. Apa sebenarnya yang membuatmu kecewa? Apa yang sangat kau takutkan, hidup miskin? Seperti apa kemiskinana yang sesungguhnya? Kau tidak tahu arti kemiskinan yang sesungguhnya. Dipandang sebagai orang yang bodoh? Lantas apa? Kenapa harus kecewa dengan pandangan orang, cukup yakini saja bahwa progressmu kini lebih baik. Kamu sedang berprogres, maka fokus saja pada dirimu, pandangan orang? Siapa yang peduli dengan pandangan makhluk-makhluk berpersepsi, memang sudah naluriahnya untuk memiliki persepsinya. Kau, lihatlah ke dalam dirimu, kini pada detik ini kau tengah menulis puluhan kata hatimu. Maka luapkanlah segala kekecewaanmu, tak apa menjadi tak seperti yang orang mau, jadilah seperti yang dirimu mau. Jadilah mandiri, jadilah berani dalam hidup, tak perlu takut akan kegagalan. Lantas kenapa jika orang menganggapmu gagal dikala kata gagal itu masih berupa bentuk relatifitas. Banggalah akan dirimu yang kini tengah berproses, lupakan saja. Aku bukanlah tubuhku, aku adalah ruh yang kini tengah meminjam raga yang Tuhan berikan. Bagaimana dengan progressmu akan tujuanmu, tujuan untuk menapak langkah di bumi. Tujuan untuk hadir, tujuan yang sebenarnya untuk setiap ruh yang ditiupkan. Apa kau juga akan sama seperti mereka yang terjebak dalam permainan dunia.

Mereka yang menyulitkan dirinya sendiri dengan keuputusan-keputusan bodohnya, mereka yang selalu haus akan penliaian luar, yang tak sadar akan keberadaan ia dalam ruhnya. Lihatlah ke dalam, kau yang kini tengah menulis ini, apa yang telah kau lakukan untuk tujuanmu sesungguhnya? Menyesali sesuatu duniawi yang telah terjadi? Sungguh tidak ada kerjaan. Lihatlah mereka yang hatinya Tuhan jaga dari hal yang bersifat duniawi, harinya dipenuhi ketenangan dari rahmat Ilahi, jiwanya senantiasa mendapat pencerahan. Kau juga mampu, jika kau mau. Alla maha Rahim, dialah sang Khlaik, Maha adil. Apa kau tak mampu melihat semua keagungan itu karena jiwamu yang terlalu dipenuhi noda?

Astaghfrullahaladziim.

Jangan lupa beristighfar, bersyukur dan berbahagialah

Komentar

Postingan Populer