Langsung ke konten utama

Unggulan

MY Diary: Catatan dari Balik Pucuk Merah

Sebenarnya aku ragu menuliskan ini. Bagiku, ini adalah hal paling bodoh yang pernah kulakukan—membiarkan diriku jatuh sepenuhnya pada perasaan yang seharusnya tidak pernah ada. Perasaan yang kupikir akan menyelamatkan, memberi kenyamanan, tapi nyatanya malah menenggelamkanku dalam kekecewaan yang tak jelas ujungnya. Dan bodohnya lagi, sampai sekarang aku belum sepenuhnya bisa melupakan semuanya. Jalanan yang dulu sering kulewati bersamamu, hujan, malam yang sunyi—semuanya masih menarikku kembali pada bayangan itu. Pada perasaan yang seharusnya sudah hilang. Sampai sekarang, aku bahkan tidak sanggup menyebut namamu. Setiap kali namamu melintas di kepalaku—bahkan hanya sebagai bisikan samar—ada sesuatu di dalam diriku yang kembali runtuh. Seolah-olah harapan yang seharusnya sudah mati itu tiba-tiba hidup lagi, memaksa aku menoleh ke masa lalu yang sudah jelas tidak ingin menoleh kepadaku. Aku benci bagaimana satu nama saja bisa membuatku kembali berharap, kembali membayangkan kemungkinan...

Si Pengecut

 

Oke mungkin merupakan hal yang jelas manusiawi jika situasi ini hadir. Eumhh, sebenernya apa ya, emosi yang sering kali kita rasakan di kehidupan sehari-hari ini terkadang emang sulit untuk dimengerti. Bukan terkadang sih tapi emang hampir semuanya sulit dipahami. Meskipun sebisa mungkin aku menutup diri dari dunia luar yang katanya, menurut persepsi dan pengalamanku, merupakan sumber dari emosi negative, tetep aja ternyata emosi negative bisa datang dimana aja, bahkan mungkin lebih parah lagi, khususnya buat aku yang katanya terlalu nyaman untuk mengurung diri dengan kenyamanan alias tidak berani keluar dari zona nyaman yang sekarang jadi kandang ternyaman ku. Kemarin ada satu quotes melintas, ya tentang tes psikologi gitu, dan hampir semua tes yang aku ikuti, pasti rata-rata membahas aku yang intinya terlalu pengecut. Gini deh, aku juga sebenarnya gak ngerti kenapa, tapi dipikir bagaimana pun emang aku itu terlalu pengecut, aku terlalu penakut untuk keluar dari zona nyamanku. Anggapanku tentang dunia yang mengerikan ini terlalu mendominasi pikiran dan menghambat ku untuk maju. Contohnya aja sekarang, aku mengikuti salah satu organisasi, Hafidz Quran, entah karena apa aku mengikuti organisasi itu tapi ketika mengikutinya dan mendapat notifikasi di grup wa itu rasanya sangat menyebalkan, eummh.. lebih menyerupai pengganggu.

Oke gini deh, kita clearin masalahnya. Tadi seseorang dengan akun tanpa nama itu mengirim chat padaku yang setelahnya aku tahu kalau dia seniorku di organisasi. Di menyuruhku rapat, dan parahnya, sebelum itu, aku benar-benar harus mempertimbangkan segala macam hal di kepalaku sebelum membalas chat singkat itu. Aneh banget padahal. Itu cuman sebatas chat tapi aku takut hanya untuk sebatas chat sederhana, bisa dikatakan aku memang terlalu over thinking. Lanjut lagi, dengan segala keputusan itu aku menyampaikan keluhankku padanya, dan niatanku untuk berhenti menjalan organisasi. Ya, bukan apa-apa sih, aku pikir terlalu menyebalkan jika terlalu banyak pesan grup yang masuk ke handphoneku. Apalagi posisiku sekarang dirumah, apa-apa dikerjakan daring. Aduh, males banget deh kalo seharian gak bisa tenang karena notif hp. So, aku udah mutusin kalo misalkan aku jadi ikut rapat nanti, aku mau omongin aja langsung keluhanku itu. Biar selesai urusannya. Oke Nisa itu cuman ngomong doang kok, dan yang dengerin cuman sekelompok manusia dengan persepsi pribadinya, gak masalah lah, terus kalo semisalkan dia ngomong yaudah, teguh pendirian aja. Kamu berhak bahagia atas dirimu dan keputusanmu. Dan TANGGUNG JAWAB, toh itu gak bakalan ngebunuh kamu kann.

Komentar

Postingan Populer